Saya buat pengandaian seperti ini:
> Kondisi temperatur ruang (ruangan yang didinginkan) menunjukkan 27'C.
> Terdapat 3 kondisi pengatur kecepatan kipas/blower (High, Medium, Low).
> Penyetelan thermostat pada temperatur 24'C (mean value)
> Differential thermostat 2K
Saya jelaskan dulu tentang differential thermostat diatas:
Differential adalah perbedaan temperatur yang mempengaruhi perubahan
posisi kontak pada thermostat (yang mechanical thermostat saja ya biar
mudah dipahami). Jadi terhubung dan terputusnya posisi kontak thermostat
akan dipengaruhi oleh temperatur ruangan.
Seperti contoh diatas,
jika setting temperatur pada thermostat = 24'C maka, sistem refrigerasi
akan bekerja untuk menjaga temperatur ruangan ada pada range 23 s/d 25'C
atau 24 +/-1'C (differential 2K) karena setting tsb berada di titik
tengah atau mean value (jenis lainnya ada juga yg setting sebagai
cut-off value atau titik mati, jadi jika setting 24'C maka sistem
refrigerasi akan berhenti/mati di 24'C)
Mulai dari kondisi yg
telah disebutkan diatas (temperatur ruang 27'C) dan Air Conditioner
mulai dihidupkan. Maka thermostat membaca kondisi bahwa sistem
refrigerasi harus bekerja mendinginkan ruangan karena temperaturnya
masih berada diatas titik penyetelan (24'C). Signal dari thermostat ini
kemudian diteruskan ke rangkaian kontrol lainnya untuk menghidupkan
sistem refrigerasi (kompresor bekerja/hidup). Sistem kontrol refrigerasi
akan menghidupkan kompresor dan komponen2 pendukungnya jika kondisi
komponen proteksi (sensor tekanan, sensor temperatur, dll) dalam keadaan
normal.
Dengan mengabaikan kondisi penyetelan Fan Speed, sistem
refrigerasi terus bekerja untuk menurunkan temperatur ruangan. Perlahan2
temperatur ruangan turun dari 27'C ke 26'C terus ke 25'C, terus turun
ke 24'C. Pada saat mencapai 24'C sesuai penyetelan thermostat, sistem
refrigerasi masih bekerja, dan ketika temperatur ruang turun ke 23'C,
baru kemudian kontak thermostat memutus rangkaian ke outdoor unit
(kompresor dan kipas kondenser) sehingga sistem refrigerasi berhenti
bekerja.
Kipas/blower indoor unit tetap bekerja untuk
mensirkulasikan udara dalam ruangan walaupun temperatur sudah tercapai.
Akibat pengaruh beban ruangan dan infiltarsi dari luar ruangan,
perlahan2 temperatur ruangan yang tadinya sudah mencapai 23'C bergerak
naik terus. Dan ketika temperatur ruangan mencapai 25'C, kontak pada
thermostat yang tadinya terputus kemudian terhubung kembali sehingga
outdoor unit (kompresor dan kipas kondenser) bekerja. Sistem refrigerasi
kemudian bekerja kembali.
Temperatur ruang kemudian perlahan2
turun. dan sistem refrigerasi akan mati lagi jika temperatur ruangan
mencapai titik 23'C. Proses ini akan terus berulang sehingga apabila
thermostat di set di 24'C maka temperatur ruangan akan dijaga diantara
23'C dan 25'C (sesuai dengan setting differential-nya).
Bagaimana jika penyetelan Thermostat diubah, misalnya menjadi 21'C?
Pengendali sistem refrigerasi akan bekerja agar temperatur ruangan tetap terjaga diantara 20'C dan 22'C.
Bagaimana dengan pencapaian waktunya?
Tentu saja yang penyetelannya lebih rendah akan memerlukan waktu lebih
lama. Dalam contoh diatas, penyetelan yang 21'C memerlukan waktu lebih
lama dibanding yang 24'C.
Walaupun penyetelan berbeda tetapi
differential-nya sama. Jika dalam pencapaian awal yang temperatur lebih
rendah memerlukan waktu yang lebih lama, bagaimana pada saat sama2
menjaga temperatur dalam range. Misalnya untuk penyetelan 24'C (range
kerja sistem di 23 s/d 25'C) dengan penyetelan di 21'C (range kerja
sistem di 20 s/d 22'C). Apakah perlu waktu yg sama untuk mencapai
cut-out dari titik cut-in?
Berbeda, semakin rendah temperatur, semakin lama pencapaian temperaturnya.
Semakin rendah temperatur semakin rendah pula kapasitas pendinginan mesin refrigerasinya.
Sekarang kita analisa pengaruh Fan Speed terhadap kinerja sistem refrigerasinya:
Pada temperatur ruangan dan temperatur luar yang sama. Maka ketika fan
speed pada posisi High, sistem refrigerasi akan bekerja pada kondisi
maksimal (tertinggi) karena beban pendinginan akan paling besar
dibanding kondisi Medium dan Low.
Kenapa bisa seperti itu?
Perpindahan kalor yang terjadi pada saat posisi Fan di High adalah yang
terbesar karena volume udara yang melalui Evaporator akan paling besar
dibanding Medium atau Low. Semakin banyak udara yang mengalir maka
semakin besar perpindahan kalornya.
Parameter sistem refrigerasi apa saja yang terpengaruh oleh perubahan speed ini?
1. Tekanan kerja
Pada saat fan speed High, tekanan kerja normalnya akan berada di titik
yang tertinggi dan pada saat Low akan berada di titik terendah (bisa
dilihat dari tekanan suction dan discharge-nya)
2. Daya Kompresor (konsumsi power)
Daya Kompresor pada fan speed High akan berada di titik tertinggi dan
pada saat Low akan berada di titik terendah (bisa dilihat dari perubahan
ampere Kompresornya)
Bagaimana dengan penurunan temperatur ruangannya?
Fan Speed High akan lebih cepat menurunkan temperatur ruangan dibanding Medium dan Low speed.
Perpindahan kalor yang lebih besar menyebabkan waktu pencapaian temperatur ruangan menjadi lebih cepat.
Tetapi ketika dilakukan pengukuran temperatur udara yang keluar dari
indoor unit (evaporator outlet temperature) ternyata temperaturnya lebih
rendah di posisi Low daripada Medium atau High, bukankah itu
menunjukkan bahwa dengan temperatur yang lebih rendah, ruangan akan
lebih cepat dingin?
Benar, jika dilihat dari temperatur outlet
evaporatornya akan lebih rendah pada saat posisi fan speed Low, tetapi
jika dikalikan dengan jumlah aliran udaranya, maka overall heat
transfernya akan lebih besar jika fan speed di posisi High.
Bagaimana menghitung heat transfer rate-nya?
Heat transfer rate (kj/s)= volume udara yang melewati evaporator (m3/s)
x kalor spesifik udara (kj/kg.K) x berat jenis udara (kg/m3) x
perbedaan temperatur udara masuk dan keluar evaporator (K)
Kenapa tekanan kerja sistem bisa berbeda jika kondisi fan speed berubah?
Semakin banyak volume udara yang melalui Evaporator semakin besar
terjadi perpindahan kalor. Semakin besar jumlah kalor yang berpindah
dari udara ke refrigerant, maka semakin tinggi tekanan refrigerantnya
karena volume/area yang ditempati refrigerant dalam sistem tidak
berubah. Sama halnya kita memanaskan air dalam bejana tertutup, semakin
banyak kalor yang ditambahkan ke air, maka semakin tinggi tekanannya.
Smoga membantu,